Oleh: Brayen Azhary
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb
semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah
–Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Bagi setiap muslim atau muslimah wajib tunduk
kepada ketetapan Islam, baik yang dirasa sesuai dengan kebiasaannya atau tidak.
Karena Inti dari makna Islam adalah tunduk dan menyerah kepada katetapan Allah
Ta'ala. Sehingga Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
"Tidak beriman salah seorang kalian sehingga hawa nafsunya mengikuti apa
yang aku bawa."
Dalam hubungan pergaulan laki-laki dan perempuan,
Islam telah memiliki satu aturan yang menjadi bagian dari syariatnya. Setiap
muslim wajib tunduk dan patuh terhadapnya. Ia wajib menerima dan
menjalankannya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ
الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ
أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila
mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di
antara mereka[1045] ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh."
Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Mukminun: 51)
Pada dasarnya, berjabat tangan adalah sesuatu
yang baik dan bagian dari kesopanan. Bahkan orang yang tidak mau berjabat
tangan ketika bertemu atau hadir di suatu pertemuan, biasanya, dianggap sebagai
orang sombong dan kurang beradab.
Menurut Imam An-Nawawi, berjabat tangan (salaman)
telah disepakati sebagai bagian dari sunnah ketika bertemu. Ibn Batthal juga
menjelaskan, “Hukum asal jabat tangan adalah satu hal yang baik menurut umumnya
ulama.” (Syarh Shahih Al-Bukhari Ibn Batthal, 71/50).
Dalam beberapa riwayat, jabat tangan juga
diamalkan para sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Imam Qatadah
bertanya kepada Anas bin Malik: “Apakah jabat tangan itu dilakukan diantara
para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam?” Anas menjawab: “Ya.”
(HR. Al-Bukhari, 5908)
Abdullah bin Hisyam mengatakan: “Kami pernah
bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, sementara beliau memegang
tangan Umar bin Al-Khattab.” (HR. Al-Bukhari 5909).
Ka’ab bin Malik mengatakan: “Aku masuk masjid,
tiba-tiba di dalam masjid ada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Kemudian Thalhah bin Ubaidillah berlari menyambutku, menjabat tanganku dan
memberikan ucapan selamat kepadaku.” (HR. Al-Bukhari 4156).
Keutamaan Berjabat Tangan
Berjabat tangan dengan sesama saudara seiman
memiliki banyak keutamaan, antara lain:
Pertama, orang yang
berjabat tangan akan diampuni dosanya.
Dari Al Barra’, Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda: “Tidaklah dua orang muslim bertemu kemudian
berjabat tangan kecuali akan diampuni dosa keduanya selama belum berpisah.”
(Shahih Abu Daud, 4343).
Dari Hudzifah bin Al-Yaman, Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya seorang mukmin jika bertemu
dengan mukmin yang lain, kemudian dia memberi salam dan menjabat tangannya maka
dosa-dosa keduanya akan saling berguguran sebagaimana daun-daun pohon
berguguran.” (Diriwayatkan oleh Al Mundziri dalam At Targhib dan
dishahihkan Syaikh Al Albani dalam As Shahihah, 525).
Kedua, Berjabat tangan
bisa menjadi sebab hilangkannya kebencian dalam hati.
“Lakukanlah jabat tangan, karena jabat tangan
bisa menghilangkan permusuhan.” Tetapi hadis ini didhaifkan oleh Syaikh
Al Albani (Ad Dha’ifah, 1766)
“Lakukanlah jabat tangan, itu akan menghilangkan
kedengkian dalam hati kalian.” (HR. Imam Malik dalam Al-Muwatha’ dan
didhaifkan oleh Syaikh Al-Albani)
Terdapat beberapa hadis dalam masalah ini, namun
semuanya tidak lepas dari cacat. Terlepas dari hadis di atas, telah terbukti
dalam realita bahwa berjabat tangan memiliki pengaruh dalam menghilangkan
kedengkian hati dan permusuhan.
Ketiga, Berjabat tangan
merupakan ciri orang-orang yang hatinya lembut.
Ketika penduduk Yaman datang, Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda: “Penduduk Yaman telah datang, mereka adalah
orang yang hatinya lebih lembut dari pada kalian.” Anas bin Malik Radhiyallahu
‘Anhu berkomentar tentang sifat mereka: “Mereka adalah orang yang pertama
kali mengajak untuk berjabat tangan.” (HR. Ahmad 3/212 & dishahihkan Syaikh
Al Albani, As Shahihah, 527).
Namun, perlu diperhatikan bahwa
penjelasan di atas berlaku untuk jabat tangan yang dilakukan antara sesama
laki-laki atau sesama wanita. Sedangkan berjabat tangan antara laki-laki dengan
wanita yang bukan mahram hukumnya adalah haram. Berikut ini kami sertakan
beberapa dalilnya:
1. Dalam Shahihain, dari Abu Hurairah Radhiyallahu
‘Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menegaskan :
إِنَّ اللهَ كَتَبَ
عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبَهُ مِنَ الزَّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ
فَالْعَيْنَانِ زَنَاهُمَا النَّظَرُ وَالْأُذَنَانِ زِنَاهُمَا الْإِسْتِمَاعُ
وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ
زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ
وَيُكَذِّبُهُ
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi
setiap anak Adam bagiannya dari zina, ia mengalami hal tersebut secara pasti.
Mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zananya adalah mendengar, lisan
zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang dan kaki zinanya
adalah berjalan dan hati berhasrat dan berangan-angan dan hal tersebut
dibenarkan oleh kemaluan atau didustakan.”
Imam An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim
(8/457) mengatakan: “Bahwa setiap anak Adam ditakdirkan untuk melakukan
perbuatan zina. Di antara mereka ada yang melakukan zina sesungguhnya, yaitu
memasukkan kemaluan ke dalam kemaluan. Di antara mereka ada yang zinanya tidak
sungguhan, dengan melihat hal-hal yang haram, atau mendengarkan sesuatu yang
mengarahkan pada perzinaan dan usaha-usaha untuk mewujudkan zina, atau dengan
bersentuhan tangan, atau menyentuh wanita asing dengan tangannya, atau
menciumnya…”
Sedangkan pada (16/316), An-Nawawi menjelaskan:
“Hadits ini menerangkan bahwa haramnya memegang dan menyentuh selain mahram
karena hal itu adalah pengantar untuk melakukan zina kemaluan”.
Ibn Hibban memasukkan hadits ini dalam kitab Shahih-nyadi
bawah judul: “Bab Penggunaan istilah zina untuk tangan yang menyentuh sesuatu
yang tidak halal.” (Shahih Ibn Hibban, 10/269)
Dalam kesempatan yang lain, Ibnu Hibban
memberikan judul: “Bab: digunakan istilah zina untuk anggota badan yang
melakukan suatu perbuatan yang merupakan cabang dari perzinaan.” (Shahih
Ibn Hibban, 10/367)
Penamaan judul Bab dalam kitab shahih Ibn Hibban
di sini menunjukkan bahwa beliau memahami bahwa kasus pelanggaran yang
dilakukan anggota tubuh yang mengantarkan zina adalah bentuk perbuatan zina.
Karena penamaan judul bab para penulis hadits adalah pernyataan pendapat
beliau.
Al Jash-shas mengatakan: “Digunakan istilah zina
untuk kasus ini dalam bentuk majaz (bukan zina sesungguhnya dengan kemaluan,
-pen).” (Ahkam Al-Qur’an, 3/96)
Kesimpulannya, istilah zina bisa digunakan untuk
semua anggota badan yang melakukan pelanggaran, karena perbuatan tersebut
merupakan pengantar terjadinya perzinaan. Sedangkan zina yang hakiki adalah
zina kemaluan.
2. Hadits Ma’qil bin Yasar Radhyiallahu
‘Anhu :
لَأَنْ يُطْعَنُ فِيْ
رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ
امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ
“Andaikata kepala salah seorang dari kalian
ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita
yang tidak halal baginya.” (HR. Ar-Ruyani dalam Musnad-nya
no.1282, Ath-Thabrani 20/no. 486-487 dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman
no. 4544 dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no.
226).
Hadits ini menunjukkan bahwa menyentuh/berjabat
tangan dengan selain mahram adalah dosa besar (Nashihati lin-Nisa'
hal.123)
Berkata Asy-Syinqithy dalam Adwa` Al-Bayan
(6/603): “Tidak ada keraguan bahwa fitnah yang ditimbulkan akibat
menyentuh/berjabat tangan dengan selain mahram lebih besar dan lebih kuat
dibanding fitnah memandang”.
Berkata Abu ‘Abbas Ahmad bin Muhammad bin ‘Ali
Al-Makky Al-Haitami (Az-Zawajir 2/4) bahwa: “Dalam hadits ini
menunjukkan bahwa menyentuh dan berjabat tangan dengan selain mahram adalah
termasuk dosa besar”.
3. Hadits Amimah bintu Raqiqoh Radhiyallahu
‘Anha, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
إِنِّيْ لاَ أُصَافِحُ
النِّسَاءَ
“Sesungguhnya aku tidak pernah berjabat
tangan dengan wanita.” (HR. Malik 1775, Ahmad 6/357, Ibnu Majah 2874,
An-Nasa'i 7/149, dan lainnya)
Hadits ini dihasankan oleh Al-Hafizh dalam Fathul
Bari 12/204, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no.
529 dan Syeikh Muqbil dalam Ash-Shahih Al-Musnad Mimma Laisa Fii
Ash-Shahihain).
Berkata Ibnu ‘Abdil Barr dalam At-Tamhid
(12/243): "Dalam sabda beliau 'aku tidak pernah berjabat tangan dengan
wanita' ada dalil tentang tidak bolehnya seorang lelaki bersentuhan dengan
perempuan yang tidak halal baginya (bukan mahramnya-pent.) dan menyentuh
tangannya dan berjabat tangan dengannya.”
4. Hadits ‘Aisyah Radhiyallahu 'Anha
dalam riwayat Shahihain, beliau berkata:
وَاللهِ مَا مَسَّتْ
يَدُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَدَ
امْرَأَةٍ قَطٌّ فِي الْمُبَايَعَةِ أَنَّهُ يُبَايِعُهُنَّ بِالْكَلاَمِ
“Demi Allah tidak pernah sama sekali tangan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyentuh tangan wanita dalam
berbai’at, beliau hanya membai’at mereka dengan ucapan".
Berkata Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih
Muslim (13/16): “Dalam hadits ini menjelaskan bahwa bai’at wanita dengan
ucapan, bukan dengan menyentuh tangan”.
Berkata Ibnu Katsir dalam Tafsirnya (4/60):
“Hadits ini sebagai dalil bahwa bai’at wanita dengan ucapan tanpa dengan
menyentuh tangan.”
Jadi bai’at terhadap wanita dilakukan dengan
ucapan tidak dengan menyentuh tangan. Adapun asal dalam berbai’at adalah dengan
cara menyentuh tangan sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
membai’at para shahabatnya dengan cara menyentuh tangan mereka. Hal ini
menunjukkan haramnya menyentuh/berjabat tangan kepada selain mahram dalam
berbai’at, apalagi bila hal itu dilakukan bukan dengan alasan bai’at tentu
dosanya lebih besar lagi.
Kesimpulan
Dari sini jelas, apa yang dilakukan Anis Matta,
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjabat tangan dengan host wanita
yang bukan mahramnya di penghujung acara Prime Time bertajuk “Anis Matta
Menjawab” di Metro TV pada Rabu (22/5/2013) adalah tindakan haram dan tak layak
ditiru. Seharusnya sebagai pemimpin dari partai yang mengklaim sebagai “partai
Islam dan partai dakwah”memberi teladan kepada umat dalam berislam. Khawatir,
sikap Anis dalam acara “Badai PKS belum berlalu” tersebut akan ditiru para
kader Partainya hyg fanatik. Lebih parah lagi, dijadikan pembenar atas tindakan
haram. Wallahu Ta’ala A’lam. (PurWD/voa-islam)