Hadits Jabat Tangan dan Saling Berpelukan Saat Bertemu
1. Dari Abul Khaththab Qatadah, dia
berkata: Saya katakan kepada Anas -Radiallahu anhu-:
Apakah jabat tangan itu ada pada
para sahabat Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-? Dia menjawab:
"Ya." (HR. Bukhari: 5908)
2. Hadits Bara' Ibn Azib -Radiallahu
anhu-
«مَا
مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ، فَيَتَصَافَحَانِ ، إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا،
قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا»
"Tidak ada dua orang muslim
yang bertemu lalu berjabat tangan melainkan pasti diampuni untuk keduanya
sebelum mereka berpisah." (HR. Tirmidzi: 2804, Abu Daud: 5207, Ibnu Majah:
3786, Ahmad: 18199, 18348 , Baihaqi: 13746) Imam Nawawi berkata: Berjabat tangan
adalah sunnah secara ijma', pada setiap bertemu. Adapun kebiasaan berjabat
tangan setelah shalat Subuh dan Ashar[1]
maka hal itu tidak ada dasarnya, akan tetapi tidak masalah. Barang siapa haram
memandanginya maka haram menyentuhnya (termasuk menjabat tangannya) (Faidul
Qadir: 8109) Disamping sunnah pada saat bertemu berjabat tangan juga sunnah ada
saat berpisah. Syekh al-Albani berkata: "Jabat tangan disyari'atkan ketika
perpisahan. Jabat tangan setelah shalat berjama'ah adalah bid'ah, kecuali
antara dua orang yang sebelum shalat belum bertemu maka hukumnya sunnah."
(Lihat Silsilah shahihah: 14, 16, Musnad Ahmad: 4947 dll)
3. Hadits Anas -Radiallahu anhu-
«سَيَقْدُمُ
عَلَيْكُمْ قَوْمٌ هُمْ أَرَقُّ قُلُوباً لِلإسْلاَمِ مِنْكُمْ»
"Akan datang kepadamu satu
kaum, hati mereka lebih lembut kepada Islam dari pada kalian." Maka
datanglah Bani 'Asy'ariy, di antara mereka adalah abu Musa al-'Asy'ari t.
Ketika mereka mendekati Madinah mereka melantunkan bait-bait syair:
غَدًا نَلْقَى اْلأَحِبَّةَ #
مُحَمَّدًاً وَحِزْبَهْ
"Besok kami bertemu para
kekasih # Yaitu Muhammad dan para sahabatnya." Anas t berkata: "Maka
mereka adalah orang yang pertama kali mengadakan jabat tangan." (HR.
Ahmad: 13042, al-Mundziri berkata: Sanadnya shahih sesuai dengan syarat
Muslim.) Sedangkan hadits Uqbah ibnu Amir -Radiallahu anhu- berbunyi:
«أَهْلُ
الْيَمَنِ أَرَقُّ قُلُوبَاً وَأَلْيَنُ أَفْئِدَةً وَأَسْمَعُ طَاعَةً
"Penduduk Yaman itu lebih
lembut qalbunya (hatinya, apa yang nampak bagi pandangan hati. Disebut qalbu
karena berbolak-baliknya), lebih halus fu'adnya (hatinya, apa yang nampak bagi
pandangan mata. Disebut fu'ad karena tembusnya kebenaran ke dalam hatinya) dan
lebih mendengar dalam ketaatan." (HR. Ahmad: 17077, Faidhul Qadir: 2770,
Silsilah Shahihah: 527)
4. Hadits Hudzaifah Ibnul Yaman -Radiallahu
anhu-:
إِنَّ
الْمُؤمِنَ إِذَاْ لَقِيَ الْمُؤمِنَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَأَخَذَ بِيَدِهِ
فَصَافَحَهُ تَنَاثَرَتْ خَطَايَاهُمَا كَمَا يَتَنَاثَرُ وَرَقُ الشَّجَرِ
"Sesungguhnya seorang mukmin
apabila bertemu dengan mukmin lain kemudian mengucakan salam kepadanya, dan
mengambil tangannya lalu menjabatnya maka berguguranlah dosanya seperti
dedaunan berguguran." (Silsilah Shahihah: 526, 2004, 2692)
5. Hadits Anas -Radiallahu anhu-
dia berkata:
قال
رجلٌ: يا رسولَ الله! الرَّجلُ مِنَّا يلقى أخَاه أوْ صَدِيْقََهُ، أَيَنْحَنِي
لَهُ؟ قَالَ: «لاَ». قَالَ: أَفَيَلْتَزِمَهُ وَيُقبِّلَهُ؟ قَالَ: «لاَ». قَالَ :
أَفَيَأْخُذُ بِيَدِِهِ وِيُصَافِحَهُ؟ قاَلَ: «نَعَمْ»
"Seseorang bertanya: Ya
Rasulallah sesorang dari kami bertemu saudaranya atau temannya, apakah ia
membungkuk kepadanya? Beliau menjawab: Tidak." Lalu apakah memeluknya dan
menciumnya? Beliau menjawab: "Tidak." Lalu apakah mengambil tangannya
dan menjabatnya? Beliau menjawab: 'Ya'." (HR. Tirmidzi: 4680, al-Shahihah:
160. Hadits Hasan)
6. Hadits Anas -Radiallahu anhu-,
dia berkata:
كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيَّ إِذَا
تَلاَقَوْا تَصَافَحُوْا وَإِذَا قَدِمُوْا مِنْ سَفَرٍ تَعَانَقُوْا
"Adalah para sahabat Nabi -Shalallahu
alihi salam- apabila mereka bertemu mereka saling berjabat tangan, dan
apabila datang dari safar mereka berpelukan." (HR. Thabrani, Mu'jamul
Wasith: 97)
7. Ummu Darda' berkata: "Salman
al-Farisi -Radiallahu anhu- mendatangi kami lalu berkata: Mana saudaraku
(maksudnya Abu Darda' -Radiallahu anhu-)? Saya jawab: "Ada di
masjid." Lalu ia mendatanginya, ketika ia melihatnya ia memeluknya."
Imam Thahawi berkata: "Mereka itu para sahabat Nabi -Shalallahu alihi
salam- saling berpelukan maka hal ini menunjukkan bahwa apa yang
diriwayatkan dari Rasulullah -Shalallahu alihi salam- tentang kebolehan
berpelukan adalah datang belakangan setelah adanya larangan. Inilah yang kami
ambil, yaitu ucapan Abu Yusuf رحمه
الله. (HR. Thahawi,
Syarhu Ma'anil Atsar: 6405)
8. Hadits Abu Hurairah -Radiallahu
anhu-, dan Ibnu Umar -Radiallahu anhu- mereka berkata: Nabi -Shalallahu
alihi salam- apabila melepas kepergian seseorang (beliau mengambil
tangannya lalu ) berkata (mendoakannya):
أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكَ
وَأَمَانَتَكَ وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ
"Aku menitipkan agamamu,
amanahmu, dan penutup amalmu kepada Allah." Syekh al-Albani berkata:
"Lalu orang yang mau bepergiaan menjawab:
أَسْتَوْدِعُكَ اللَّهَ الَّذِي لاَ تَضِيعُ
وَدَائِعُهُ
"Aku titipkan engkau kepada
Allah yang tidak akan hilang (tersia-siakan) barang titipannya." Di antara
faidah hadits: Melepas kepergian dengan do'a dan jabat tangan dengan satu
tangan. Jabat tangan disyari'atkan ketika perpisahan. Jabat tangan setelah
shalat berjama'ah adalah bid'ah, kecuali antara dua orang yang sebelum shalat
belum bertemu maka hukumnya sunnah." (Lihat Silsilah shahihah: 14, 16,
Musnad Ahmad: 4947 dll)
9. Hadits Anas -Radiallahu anhu-,
ia berkata:
«كَانَ النبيُّ إِذَا اسْتَقْبَلَهُ
الرَّجُلُ فَصَافَحَهُ لاَ يَنْزِعُ يَدَهُ مِنْ يَدِهِ حَتَّى يَكُونَ الرَّجُلُ
الذي يَنْزِعُ، وَلاَ يَصْرِفُ وَجْهَهُ عن وَجْهِهِ حَتَّى يَكُونَ الرَّجُلُ
هُوَ يَصْرِفُهُ وَلَمْ يُرَ مُقَدِّماً رُكْبَتَيْهِ بَيْنَ يَدَيْ جَلَيْسٍ لَهُ»
"Adalah Nabi r jika menyambut
seseorang (yang datang) beliau menjabat tangannya, beliau tidak menarik
tangannya dari tangannya hingga orang itu yang menariknya. Beliau tidak
memalingkan mukanya dari mukanya, hingga orang itu yang memalingkannya, dan
tidak pernah terlihat beliau menjulurkan kedua lututnya dihadapan orang yang
duduk di sisinya." (Tirmidzi: 2539, Baihaqi: 21250, Dhaif Tirmidzi: 444.
Lihat juga Mu'jam al-Kabir: 13495, al-Ausath: 300 dari Ibnu Umar)
10. Sya'bi berkata: Para sahabat
Nabi -Shalallahu alihi salam-, jika bertemu mereka saling berjabat
tangan, dan apabila datang dari safar mereka berpelukan." (Thahawi, Syarah
Musykil al-Atsar, Tahqiqi Muhasmmad Zuhri al-Najjar: 6403)
11. Adapun mencium tangan maka dalam
bab ini ada banyak hadits dan atsar yang keseluruhannya menunjukkan benarya hal
tersebut dari Rasulullah r, maka kami memandang bahwa mencium tangan orang alim
itu diperbolehkan jika ia tidak mengulurkan tangannya secara sombong, dan
dengan syarat tidak dalam rangka tabaruk, tidak dijadikan kebiasaan, tidak
meniadakan jabat tangan dan tidak diletakkan di dahi. (Muhammad Jamil Zeno,
Majmu'atu Rasail at-Taujihat al-Islamiyyah: 1/376, mengutip dari Silsilah
al-Shahihah secara ringkas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar